KRAYAN OH KRAYAN


Sabtu, 23 Oktober 2010 , 08:21:00
SAMARINDA- Pengamat Sosial dan Politik Universitas Mulawarman (Unmul), Samarinda, DB Paranoan menyebutkan, sikap warga Krayan dan Krayan Selatan, Kabupaten Nunukan, ingin meminta bantuan pembangunan infrastruktur ke negeri tetangga, Malaysia, adalah sebuah bentuk akumulasi permasalahan perbatasan yang tak kunjung tuntas hingga saat ini.

“Pemerintah kabupaten, provinsi, sampai pusat memang kurang perhatian dengan warga perbatasan. Kalau mereka (warga perbatasan) ingin meminta bantuan ke Malaysia, itu adalah sebuah bentuk kefrustasian karena tak pernah dipedulikan sampai saat ini,” kata Paranoan, Jumat (22/10).
Dia menjelaskan, dirinya sangat miris dan kasihan dengan warga perbatasan. Misalnya, infrastruktur melalui jalan darat saja tidak ada. Arus transportasi hanya bisa melalui udara atau sungai, dari Samarinda atau ibu kota kabupaten. Konsekuensinya, ongkos angkut naik, harga kebutuhan pokok jadi selangit.
“Selama ini warga perbatasan memang lebih mudah mendapatkan kebutuhan pokok dari negeri tetangga. Ini fakta, “ tuturnya.

Ongkos angkut melalui udara dihitung per kilogram, ini salahsatu indikator meroketnya harga barang-barang di kawasan perbatasan. Per kilogramnya Rp 24 ribu. “Bayangkan berapa harga gula kalau ongkos angkutnya saja Rp 24 ribu,” jelasnya.
Warga di kawasan perbatasan, jelas dia, sudah lama menunggu realisasi pembangunan infrastruktur di kawasan mereka. Tapi, sampai saat ini mimpi warga itu belum juga terwujud.

“Jadi kalau warga perbatasan meminta bantuan kepada Malaysia, buka berarti mereka tak memiliki rasa nasionalisme, tapi memamg karena pemerintah kita yang tak perhatian. Pemerintah kita yang hanya janji-janji saja,” tuturnya.
Paranoan mengaku, dirinya mengeluarkan statemen seperti itu karena memang kerap melihat langsung bagaimana kondisi kehidupan warga perbatasan.  Selama ini ada kerja sama antara Unmul dengan pemkab di kawasan perbatasan untuk Program Sarjana Perbatasan. Dalam kurun waktu tertentu, yakni, sebulan sekali, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) itu harus berangkat ke perbatasan untuk mengajar.

Dia menambahkan, solusi jangka pendek yang bisa diambil pemerintah dalam menangani permasalahan yang ada di perbatsan bisa dengan menyubsidi barang dan orang. Karena, selama ini yang disubsidi baru orang, inilah yang membuat harga barang tinggi.
“Kalau disubsidi dua-duanya, bisa jadi untuk sementara menekan harga kebutuhan pokok,” tuturnya. Solusi jangka panjang yang harus dilakukan adalah mambangun infrastruktur di kawasan perbatasan. 

Masalah perbatasan, persoalan klasik di Kaltim ini kembali muncul setelah Ketua Krayan Foundation Liauandy Agung mengaku kecewa, ternyata Pemprov Kaltim tak menganggap pembangunan di Nunukan, khususnya infrastruktur di Krayan sebagai hal yang strategis. Ini, kata dia, tergambar dari rancangan yang disampaikan Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak dalam rapat kerja dengan bupati/wali kota/muspida/instansi vertikal, pimpinan BUMN/BUMD/swasta, SKPD terkait 27-28 September 2010 lalu di Samarinda.

Jika hal ini tidak direspons pemerintah, dia menambahkan, dikhawatirkan masyarakat akan habis kesabarannya dan meminta bantuan tersebut dari pemerintah Malaysia.
Kepala Badan Pengelola Kawasan Perbatasan, Pedalaman, dan Daerah Tertinggal (BPKP2DT) Kaltim Adri Patton sudah mengatakan, apa yang disampaikan oleh warga Krayan itu adalah bentuk jeritan hati yang kurang mendapat perhatian. Tapi, dia meminta, warga di dua kecamatan itu bisa bersabar dulu. Karena, kata dia, saat ini Pemprov Kaltim tengah berjuang untuk merealisasikan tuntutan warga tersebut, khususnya soal infrastruktur.

“Aspirasi dari warga itu (Kraya dan Krayan Selatan) menurut saya adalah hal yang wajar. Mereka merasa 65 tahun sudah Indonesia merdeka tapi masih kurang mendapat perhatian. Saya meminta mereka sabar dulu, karena Pemprov sudah memiliki komitmen dan saat ini sedang berjuang,” kata Adri, kala itu. (far)



Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGURUS FKMPKN SAMARINDA 2012/2013

BORNEO CRY'S